Senin, 10 November 2008

Menggendong, Ada caranya


ADA cara untuk menggendong bayi. Salah posisi atau menggunakan gendongan yang tak tepat bisa berdampak pada postur dan tumbuh kembang bayi di kemudian hari.

Menggendong bayi baru lahir, misalnya, dianjurkan bayi diposisikan terbaring di lengan. Kepala dan leher berada di lipatan siku, sedangkan tangan lain menahan punggung hingga pantat bayi. "Jangan terlalu erat mendekap saat menggendong karena bisa membuat bayi tidak nyaman," kata dr Monique Noorvalily SpA, dokter spesialis anak RSU Haji Surabaya.

Bila perlu, orang tua bisa memakai gendongan. Toh, saat ini banyak jenis gendongan untuk mempermudah orang tua menggendong anaknya. Sebagian orang masih suka gendong dengan seledang. Yang lain memilih gendongan praktis yang kian banyak ditawarkan. "Tergantung kenyamanan dan kemudahan. Jika penggendong lebih nyaman dan mudah menggunakan selendang, ya tak masalah," ujar Monique.

Jika menggunakan gendongan praktis, dokter alumnus FK Unair itu meminta orang tua untuk memperhatikan keamanannya. Jangan sampai ukuran lebar gendongan lebih kecil dari pantat atau tubuh yang digendong. Sesuaikan dengan ukuran gendongan dengan usia dan tubuh anak. "Kalau tidak, bayi yang digendong bisa jatuh," jelasnya.

Dia mengingatkan untuk memastikan gendongan sudah terikat erat. Sebab, ada kalanya penggendong tergesa-gesa. "Pastikan dua atau tiga kali sambil membenarkan posisi bayi yang digendong agar nyaman," jelasnya.

Ada pula gendongan praktis yang memosisikan bayi yang digendong seperti didekap di dada. Monique menyarankan, gendongan jenis ini tak dipakai pada bayi usia 2-3 bulan. "Gendongan jenis itu dipakai untuk bayi yang sudah mau berjalan, usia 9-12 bulan," paparnya.

Pada usia 2-3 bulan, kata Monique, leher bayi belum kuat menopang kepala. Jika dipaksakan, tidak baik untuk si bayi. Leher bayi bisa cedera bila penggendong tak menopangnya dengan tangan.